BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan Anak Usia Dini
1. 1. Pengertian Pendidikan
Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia
dini atau yang lebih di kenal dengan istilah PAUD merupakan jenjang pendidikan
yang biasanya ditempuh sebelum jenjang pendidikan dasar. Hal ini merupakan
salah satu upaya yang dilakukan oleh orang tua dengan tujuan pembinaan terhadap
rangsangan pendidikan di usia 0 sampai 6 tahun. Selain itu hal ini juga
bertujuan untuk membantu perkembangan anak secara rohani dan jasmani agar anak
mengalami kesiapan yang cukup ketika memasuki pendidikan lebih lanjut baik
secara formal, nonformal, maupun informal.
Pendidikan anak usia
dini menurut para ahli adalah salah satu bentuk pendidikan yang lebih
mengutamakan pada perletakan dasar yang mengarah kepada pertumbuhan serta
perkembangannya seperti perkembangan fisik (terdiri dari motorik kasar dan
halus), perkembangan moral dan agama, serta perkembangan kecerdasan/ kognitif
(daya cipta maupun daya pikir).
Pendidikan anak usia
dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan yang
berorientasi pada perkembangan memungkinkan pendidik untuk merencanakan
berbagai pengalaman yang dapat menumbuhkan minat anak usia dini dan merangsang
keingintahuan mereka. Jadi, PAUD merupakan investasi yang besar bagi keluarga
juga bangsa karena merekalah yang kelak membangun bangsa supaya tidak
tertinggal dari bangsa-bangsa lain.
Pendidikan anak usia
dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta,
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku
serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Rentangan anak usia dini menurut
Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian
rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD
dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun. Ruang lingkup pendidikan anak usia dini menurut
kajian tersebut adalah: infant (0-1
tahun), toddler (2-3 tahun), preschool/kindergarten children (3-6 tahun),
dan early primary school (SD kelas
awal) (6-8 tahun).
2. 2. Tujuan Pendidikan Anak
Usia Dini
Tujuan utama PAUD adalah
membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu membantu anak didik
mengembangkan berbagai potensi baik fisik maupun psikis yang meliputi moral dan
nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik,
kemandirian, serta seni sesuai dengan tingkat 5 perkembangannya sehingga
memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar dan kehidupan
di masa dewasa. Ki Hadjar Dewantara (1957) merangkum semua potensi anak menjadi
menjadi cipta, rasa, dan karsa.
Teori Multiple Intelligencies (Kecerdasan
Ganda) dari Gardner (1998) menyatakan ada sembilan tipe kecerdasan, yaitu
kecerdasan linguistik, kecerdasan matematika-logis, kecerdasan visual-spasial,
kecerdasan musik, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal,
kecerdasan lingkungan/naturalis, dan kecerdasan eksistensial. Biasanya, seorang
anak memiliki satu atau lebih kecerdasan, tetapi amat jarang yang memiliki
secara sempurna sembilan kecerdasan tersebut. PAUD bertujuan membimbing dan
mengembangkan potensi setiap anak agar dapat berkembang secara optimal sesuai
tipe kecerdasannya.
Oleh karena itu, guru harus
memahami kebutuhan khusus dan kebutuhan individual anak. Memang disadari ada
faktor-faktor pembatas, yaitu faktor-faktor yang sulit atau tidak dapat diubah
dalam diri anak, yaitu faktor genetis. Oleh karenanya, PAUD diarahkan untuk
memfasilitasi setiap anak dengan lingkungan belajar dan bimbingan belajar yang
tepat agar anak dapat berkembang sesuai kapasitas genetisnya
3.
Tahapan Perkembangan Anak Usia Dini
Anak pada usia dini
sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik fisik, maupun mental yang
sangat pesat. Sel-sel tubuh anak tumbuh dan berkembang amat cepat. Tahap awal
perkembangan janin sangat penting untuk mengembangkan sel-sel otak karena pada
saat lahir jumlah sel otak tidak bertambah lagi.. Selanjutnya, setelah lahir
terjadi proses mielinasi dari sel-sel syaraf dan pembentukan hubungan antar sel
syaraf. Dua hal tersebut sangat penting dalam pembentukan kecerdasan. Makanan
bergizi dan seimbang serta stimulasi pikiran sangat diperlukan untuk mendukung
proses tersebut. Selain pertumbuhan dan perkembangan fisik dan motorik,
perkembangan moral (termasuk kepribadian, watak, dan akhlak), sosial,
emosional, intelektual, dan bahasa juga berlangsung amat pesat. Oleh karena
itu, usia dini (usia 0-8 tahun) disebut tahun emas (golden age). Oleh karena itu,
pendidikan sejak dini dalam rangka mengembangkan bangsa yang cerdas, beriman
dan bertaqwa, berbudi luhur serta berwawasan kebangsaan sangat penting dan
tepat. Itulah sebabnya negara-negara maju amat serius mengembangkan PAUD, tidak
dianggap sebagai pelengkap, tetapi sama pentingnya dengan pendidikan SD atau
sekolah menengah.
Jean Piaget (1970)
mengemukakan bahwa tahap-tahap perkembangan dari kemampuan kognitif anak. Ada
empat tahap perkembangan kognitif anak menurut konsep Piaget, yaitu sebagai
berikut.
a) Tahap sensorimotor,
usia 0-2 tahun.
b) Tahap praoperasional,
usia 2-4 tahun.
c) Tahap konkret
operasional, usia 7-11 tahun.
d) Tahap formal
operasional, usia 11-15 tahun.
Tahap sensorimotor
disebut juga sebagai masa descriminating
and labeling. Pada masa ini, kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak
refleks, bahasa awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja. Masa
praoperasional atau masa prakonseptual disebut juga sebagai masa intuitif
dengan kemampuan menerima perangsang yang terbatas. Anak mulai berkembang
kemampuan bahasanya, walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat
berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas. Masa konkret
operasional disebut juga masa performing
operation.
Pada tahap ini anak
sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun,
menderetkan, melipat, dan membagi. Masa formal operasional disebut juga sebagai
masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat
tinggi. Mereka sudah mampu berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis,
menyintesis, mampu berpikir abstrak, dan berpikir reflektif bahkan memecahkan
berbagai persoalan.
B. Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut
Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2007), pembelajaran PAUD
bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran mengembangkan semua aspek
perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai-nilai agama, (2) sosial-emosional,
(3) kognitif (intelektual), (4) bahasa, (5) fisik-motorik, dan (6) seni.
Pembelajaran bersifat terpadu artinya tidak mengajarkan bidang studi secara
terpisah. Satu kegiatan dapat menjadi wahana belajar berbagai hal bagi anak.
Bermain sambil belajar, yang mana esensi bermain menjiwai setiap kegiatan
pembelajaran amat penting bagi PAUD. Esensi bermain meliputi perasaan senang,
demokratis, aktif, tidak terpaksa, dan merdeka menjadi jiwa setiap kegiatan.
Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga menyenangkan, membuat
anak tertarik untuk ikut serta, dan tidak terpaksa. Guru memasukkan unsur-unsur
edukatif dalam kegiatan bermain tersebut, sehingga anak secara tidak sadar
telah belajar berbagai hal.
Materi
pembelajaran PAUD juga amat variatif. Untuk menyederhanakan lingkup kurikulum
dan menghindari tumpang tindih, serta untuk memudahkan guru menyusun program
pembelajaran yang sesuai dengan pengalaman mereka, maka aspek-aspek
perkembangan tersebut dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh mencakup:
bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan dan bidang
pengembangan kemampuan dasar.
1. Bidang
Pengembangan Pembentukan Perilaku melalui Pembiasaan
Pembentukan
perilaku melalui pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara
terus-menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi
kebiasaan yang baik. Bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui
pembiasaan meliputi pengembangan moral dan nilai-nilai agama, serta
pengembangan sosial, emosional, dan kemandirian. Dari program pengembangan
moral dan nilai-nilai agama diharapkan akan meningkatkan ketaqwaan anak
terhadap Tuhan yang Maha Esa dan membina sikap anak dalam rangka meletakkan
dasar agar anak menjadi warga negara yang baik. Program pengembangan sosial dan
kemandirian dimaksudkan untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya
secara wajar dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa
secara baik serta dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup.
2. Bidang
Pengembangan Kemampuan Dasar
Pengembangan
kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk
meningkatkan kemampuan dan kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Pengembangan kemampuan dasar tersebut meliputi hal-hal berikut.
a) Kemampuan berbahasa
Pengembangan ini bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran
melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif,
dan membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia. 10
b) Kognitif
Pengembangan ini bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk
dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif
pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan logika
matematiknya dan pengetahuan akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan
untuk memilah-milah, serta mengelompokkan dan mempersiapkan pengembangan kemampuan
berpikir teliti.
c) Fisik/Motorik
Pengembangan ini bertujuan untuk memperkenalkan dan melatih gerakan
kasar dan halus, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan
koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat sehingga
dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat, sehat, dan terampil.
d) Seni
Pengembangan ini bertujuan agar anak dapat dan mampu menciptakan
sesuatu berdasarkan hasil imajinasinya, mengembangkan kepekaan, dan dapat
menghargai hasil karya yang kreatif.
C. Strategi
Pembelajaran Pada Anak Usia Dini
1.
Strategi Pembelajaran yang Berpusat
pada Anak
a.
Pendekatan
yang melandasi pembelajaran yang berpusat pada anakAnak merupakan individu yang
sedang tumbuh dan berkembang. Anak juga merupakan makhluk yang aktif. Atas
dasar fakta tersebut maka dikembangkan strategi pembelajaran berdasarkan: 1)
pendekatan perkembangan dan 2) pendekatan belajar aktif.
b.
Karakteristik
pembelajaran yang berpusat pada anak Pembelajaran yang berpusat pada anak
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)
Prakarsa
kegiatan tumbuh dari anak.
2)
Anak
memilih bahan-bahan dan memutuskan apa yang akan dikerjakan.
3)
Anak
mengekspresikan bahan-bahan secara aktif dengan seluruh inderanya.
4)
Anak
menemukan sebab akibat melalui pengalaman langsung dengan objek.
5)
Anak
mentransformasi dan menggabungkan bahan-bahan.
6)
Anak
menggunakan otot kasarnya.
c.
Sintaks
pembelajaran yang berpusat pada anak. Pembelajaran
yang berpusat pada anak terdiri dari 3 tahap utama, yaitu : tahap merencanakan,
tahap bekerja, dan tahap review.
1)
Tahap
merencanakan (planning time)
Pada tahap ini guru member
kesempatan kepada anak-anak untuk merencanakan kegiatan yang akan dilakukannya.
Guru, misalnya, menyediakan alat-alat bermain yang terdiri dari : a)
balok-balok kayu, b) model buah-buahan, c) alat-alat transportasi, d) buku-buku
cerita, e) peralatan menggambar, dan f) macam-macam boneka.
2)
Tahap
bekerja (work time)
Setelah memilih kegiatan yang akan
dilakukannya, anak kemudian dikelompokkan berdasarkan kegiatan yang dipilih. Pada
tahap ini anak mulai bekerja, bermain, atau memecahkan masalah sesuai dengan
apa yang telah direncanakan sebelumnya. Guru mendampingi siswa, memberikan
dkungan dan siap memberikan bimbingan jika anak membutuhkan.
3)
Review
/ recall
Setelah anak-anak selesai melakukan
aktivitasnya, mereka kemudian diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pengalamannya secara langsung. Pada tahap ini guru berusaha agar ana-anak
mengungkapkan perasaannya dengan tepat
2. Strategi Pembelajaran
Melalui Bermain
a. Rasional
strategi pembelajaran melalui bermain
Bermain
merupakan kebutuhan anak. Bermain merupakan aktivitas yang menyatu dengan dunia
anak, yang di dalamnya terkandung bermacam-macam fungsi seperti pengembangan
kemampuan fisik motorik, kognitif, afektif, social, dst. Dengan bermain akan
mengalami suatu proses yang menarahkan pada perkembangan kemampuan
manusiawinya.
3. Strategi Pembelajaran
Melalui bercerita
Pencapaian tujuan pendidikan Taman Kanak-kanak
dapat ditempuh dengan strategi pembelajaran melalui bercerita. mengidentifikasi
manfaat cerita bagi anak TK, yaitu sebagai berikut.
a.
Bagi
anak TK mendengarkan cerita yang menarik dan dekat dengan lingkungannya
merupakan kegiatan yang mengasyikkan.
b.
Guru
dapat memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan nilai-nilai positif pada
anak.
c.
Kegiatan
bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan social, nilai-nilai moral dan
keagamaan.
d.
Pembelajaran
dengan bercerita memberikan memberikan pengalaman belajar untuk mendengarkan.
e.
Dengan
dengan mendengarkan cerita anak dimungkinkan untk mengembangkan kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
f.
Membantu
anak untuk membangun bermacam-macam peran yang mungkin dipilih anak, dan
bermacam layanan jasa yang ingin disumbangkan anak kepada masyarakat
4. Strategi Pembelajaran Melalui
Bernyanyi
Honig menyatakan bahwa bernyanyi memiliki
banyak manfaat untuk praktik pendidikan anak dan pengembangan pribadinya secara
luas karena : 1) bernyanyi bersifat menyenangkan, 2) bernyanyi dapat dipakai
untuk mengatasi kecemasan, 3) bernyanyi merupakan media untuk mengekspresikan
perasaan, 4) bernyanyi dapat membantu membangun rasa percaya diri anak, 5)
bernyanyi dapat membantu daya ingat anak, 6) bernyanyi dapat mengembangkan rasa
humor, 7) bernyanyi dapat membantu pengembangan keterampilan berpikir dan
kemampuan motorik anak, dan 8) bernyanyi dapat meningkatkan keeratan dalam
sebuah kelompok.
5. Strategi pembelajaran terpadu
Pembelajaran
terpadu memiliki karakteristik : 1) dilakukan melalui kegiatan pengalaman
langsung, 2) sesuai dengan kebutuhan dan minat anak, 3) memberikan kesempatan
kepada anak untuk menggunakan semua pemikirannya, 4) menggunakan bermain
sebagai wahana belajar, 5) menghargai perbedaan individu, dan 6) melibatkan
orag tua atau keluarga untuk mengoptimalkan pembelajaran.
Prinsip-prinsip
strategi pembelajaran terpadu. Strategi pembelajaran terpadu direncanakan dan
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip: 1) berorientasi pada perkembangan
anak, 2) berkaitan dengan pengalaman nyata anak, 3) mengintegrasikan isi dan
proses belajar, 4) melibatkan penemuan aktif, 5) memadukan berbagai bidang
pengembangan, 6) kegiatan belajar bervariasi, 7) memiliki potensi untuk
dilaksanakan melalui proyek oleh anak, 8) waktu pelaksanaan fleksibel, 9)
melibatkan anggota keluarga anak, 10) tema dapat diperluas, dan 11) direvisi
sesuai dengan minat dan pemahaman yang ditunjukkan anak (Masitoh dkk., 2005:
12.10).
Ada
beberapa manfaat dari strategi pembelajaran terpadu, yaitu: 1) meningkatkan
perkembangan konsep anak, 2) memungkinkan anak untuk mengeksplorasi pengetahuan
melalui berbagai kegiatan, 3) membantu guru dan praktisi lainnya untuk
mengembangkan kemampuan profesionalnya, dan 4) dapat dilaksanakan pada jenjang
program yang berbeda, utnuk semua tingkat usia, dan untuk anak-anak
berkebutuhan khusus.
Prosedur
pelaksanaan pembelajaran terpadu terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Memilih
tema Pemilihan tema untuk pembelajaran terpadu dapat bersumber dari: (1) minat
anak, (2) peristiwa khusus, (3) kejadian yang tidak diduga, (4) materi yang dimandatkan
oleh lembaga, dan (5) orang tua dan guru.
b.
Penjabaran
tema ,tema yang sudah diplih harus dijabarkan ke dalam sub tema-sub tema dakan
konsep-konsep yang didalamnya terkandung istilah (term), fakta (fact),
dan prinsip (principle), kemudian dijabarkan ke dalam bidang-bidang
pengembangan dan kegiatan belajar yang lebih operasional.
c.
Perencanaan,
perencanaan harus dibuat secara tertulis sehingga memudahkan guru untuk
mengetahui langkah-langkah apa yang harus ditempuh. Tentukan tujuan
pembelajaran, kegiatan belajar, waktu, pengorganisasian anak, sumber rujukan,
alat-permainan yang diperlukan, dan penilaian yang akan dilakukan.
d.
Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan dan dikembangkan kegiatan belajar sesuai
dengan rencana yang telah disusun. Pada saat proses berlangsung dilakukan
pengamatan terhadap proses belajar yang dilakukan oleh anak.
e.
Penilaian,
Penilaian dilakukan pada saat pelaksanaan dan pada akhir kegiatan pembelajaran
dengan tujuan untuk mengamati proses dan kemajuan yang dicapai anak melalui
kegiatan pembelajaran terpadu.
D.
Macam-macam
Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin adalah bentuk jamak dari medium
yang secara harfiah berarti perantara
atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.[5]
Media merupakan salah satu komponen komunikasi yaitu sebagai pembawa pesan dari
komunikator menuju komunikan.[6]
Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan
(Association of Education and Communication
Technology/ AECT) di Amerika
misalnya membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang
untuk menyalurkan pesan/infomasi.
Sedangkan
Asosiasi Pendidikan Nasional (National
Education Association/NEA) memberi batasan bahwa media adalah bentuk-bentuk
komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media
hendaknya dapat dilihat, didengar, dan dibaca.
Dari beberapa pengertian di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa
media adalah sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran. Mengapa perlu media
dalam pembelajaran karena, proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah
proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan berupa
isi/ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal
(kata-kata&tulisan) maupun non-verbal, proses ini dinamakan encoding. Penafsiran simbol-simbol
komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding.[7]
Dalam penafsiran tersebut ada kalanya penafsiran berhasil, adakalanya tidak
berhasil atau gagal.
Dengan kata lain dapat dikatakan kegagalan/ketidakberhasilan dalam
memahami apa yang didengar, dibaca, dilihat atau diamati.
Kegagalan/ketidakberhasilan itu di sebabkan oleh gangguan yang menjadi
penghambat komunikasi yang dalam proses komunikasi dikenal dengan istilah barriers atau noise.[8]
Semakin banyak verbalisme semakin abstrak pemahaman yang diterima.
Media
pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan tujuan pemakaian dan karakteristik
jenis media. Terdapat lima model klasifikasi, yaitu:
Menurut
Schramn, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan sederhana. Schramn
juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu (1) liputan
luas dan serentak seperti TV, radio, dan facsimile; (2) liputan terbatas pada
ruangan, seperti film, video, slide, poster, audio tape; (3) media untuk
belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dan
telepon. Menurut Gagne, media
diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu benda yang didemonstrasikan, komunikasi
lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin
belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran dikaitkan dengan kemampuannya
memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan.
Menurut
Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi,
obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks
cetak, dan sajian lisan. Disamping mengklasifikasikan, Allen juga mengkaitkan
antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan tertentu
tetapi lemah untuk tujuan yang lain. Allen mengungkapkan tujuan belajar antara
lain: info faktual, pengenalan visual, prinsip dan konsep, prosedur,
keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan
kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; tinggi, sedang, dan rendah.
Menurut
Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat
dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi;
media tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi;
video; komputer .
Berdasarkan klasifikasi media pembelajaran
tersebut, akan mempermudah guru dalam melakukan pemilihan media yang tepat pada
waktu merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan disesuaikan dengan
tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik pembelajar. Akan sangat
menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab I dan
2, maka menarik kesimpulan bahwa :
Pembelajaran pada panak usia dini memerlukan media pembelajaran. Hal ini akan
membuat guru dapat dengan mudah menjelaskan materi pembelajaran. Penilaian dilakukan pada saat
pelaksanaan dan pada akhir kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk mengamati
proses dan kemajuan yang dicapai anak untuk
mengetahui sejauhmana kemampuan anak dalam memahami materi yang diajarkan
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas,
maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran yaitu sebagai berikut:
1. Guru
sebagai bagian dari agen perubahan, sebaiknya dalam kegiatan belajar mengajar
seorang guru dapat menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran dan media pembelajaran.
sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Seorang guru senantiasa memberikan
motivasi kepada siswa, agar mempunyai keberanian untuk bertanya kepada guru.
2. Saran
bagi Orang Tua. Diharapkan dapat memberikan stimulasi yang tepat pada anak usia
0-6 tahun.
Daryanto, Media Pembelajaran, (Yogyakarta: Gava
Media, 2010), h. 4
Daryanto, Media Pembelajaran, h. 5
Daryanto, Media Pembelajaran, h. 5