Rabu, 15 Februari 2017

RKH RA Semester II Tema Rekreasi

RENCANA KEGIATAN HARIAN (RKH)
Kelompok            : B                                                                                                                                                                            Nama Guru : Zahra, MA.
Semester/Minggu:2/3                                                                                                                                RA              : Az-Zahra
Tema/Sub Tema   : Rekreasi
Hari/Tanggal        : Senin, 22 Januari 2017
Nilai

Indicator

Kegiatan Pembelajaran

Metode

Alat/Sumber Belajar
Penilaian Perkembangan Anak
Karakter
Kewirausahaan
Alat
Hasil
Religius
Mandiri
NAM : Mengucapkan Syahadat Tauhid dan Syahadat Rasul
B.1 :
Melakukan 3-5 perintah secara   berurutan dengan bena
KEGIATAN AWAL (30 MENIT)
·       Berbaris, masuk kelas, ikrar, salam, hafalan, surat-surat pendek,
·       Melafalkan bacaan Syahadat

Demonstrasi


Praktik Langsung

Buku PAI

Anak dapat mengucapkan dua kalimat syahadat dengan benar
Tanggung Jawab
Mandiri
FMH.1 ; Menggambar bebas dengan berbagai me-dia (kapur tulis, pensil warna, krayon, arang, dan bahan-bahan alam) dengan rapi.

KOG : Menyebutkan bilangan 1-20
KEGIATAN INTI (60 MENIT)
·         Menggambar mobil



·         Menyebutkan urutan bilangan 1-20


Pemberiaan
Tugas

Demonstrasi

Kertas HVS

Hasil Karya
Anak dapat membuat gambar mobil

Anak dapat menyebutkan urutan bilangan 1-20

Bersahabat
Realistis
Pembiasaan, rutinitas
ISTIRAHAT (30 MENIT)
Cuci tangan, berdoa, makan bekal, bermain

Tempat cuci tangan


Kerja Keras
Mandiri
KOG.1 Mengelompokkan benda dengan berbagai cara yang diketahui anak, misal menurut warna, bentuk, ukuran, jenis, dan lain-lain.
KEGIATAN AKHIR (30 MENIT)
·     Mengelompokkan benda yang berbentuk lingkaran dan segitiga.
·     Pesan –pesan, mengulas kegiatan awal dan inti
·     Doa –janji pulang sekolah- salam- pulang

Tanya Jawab

Pemberian Tugas

Buku Kognitif


Anak dapat mengelompokkan benda-benda sesuai dengan bentuknya



Jumat, 16 Oktober 2015

Konsep Teknologi Informasi

              
           Konsep Teknologi Informasi
          Manusia pada zaman purba sedikitnya telah mengalami teknologi,[1] hal ini dapat dilihat melalui penemuan mereka tentang cara membuat api, manusia purba dapat membuat barang-barang dari tanah liat untuk menyimpan makanan dengan cara memanaskan tanah liat tersebut, kemamuan mereka menciptakan suatu produk yang berupa barang yang semula belum ada, serta kemampuan mereka menggunakan produk tersebut untuk tujuan tertentu, merupakan bukti bahwa mereka telah mengenal teknologi sederhana. Sekitar tahun 7000 SM, orang telah menemukan logam tembaga yang kemudian dibuat alat-alat yang diperlukan dengan jalan memukul-mukulnya dengan batu.[2] Dan sekitar tahun 4000 SM logam tembaga dibentuk menjadi peralatan dengan cara dipanaskan kemudian ditempa. Dalam perkembangan selanjutnya mereka menemukan cara membuat peralatan dengan cara memanaskan logam dengan api hingga mencair, kemudian dituangkan ke dalam cetakan hingga terjadi bentuk alat yang diinginkan.  
          Penggunaan besi dalam perkembangan teknologi diawali dengan pembuatan senjata, baju perang, maupun kereta kuda yang digunakan untuk berperang. Bangunan pada zaman purba seperti candi-candi di daerah Mesopotamia atau piramida di Mesir, terbuat dari bata dan baja. Mereka membuat bata dari tanah liat yang dijemur atau dipanaskan dengan api.[3]   Perkembangan  teknologi terjadi di dunia Islam pada abad ke-9 sampai abad ke-16, perkembangan teknologi meliputi berbagai bidang antara lain: penggunaan air dan angin sebagai sumber energi, irigasi, dan bendungan, penggunaan mesin untuk penerangan, pembuatan kapal laut, teknologi kimia, indrustri tekstil, zat warna sintetis untuk keperluan pencelupan yang berhubungan dengan indrustri tekstil, kertas, teknologi pangan dan pertanian. Perkembangan teknologi terasa sangat cepat, perkembangan teknologi pada saat ini adalah teknologi informasi.



[1]Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis atau ilmu pengetahuan terapan. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1158. Sedangkan kata teknologi berasal dari literatur Yunani, yaitu Technologia, yang diperoleh dari asal  kata teche, bermakna wacana seni kerajinan. Jadi, kata teknologi mengandung dua pengertian pokok, yakni kegiatan dan produknya. Lihat Heru Santosa, Landasan Etis bagi Perkembangan Teknologi, (Yogyakarta: Tiara WacanaYogya, 2000), h. 75.
[2]Hamzah B. Uno, Teknologi Komunikasi & Informasi Pembelajaran, h. 40

[3]Hamzah B. Uno, Teknologi Komunikasi & Informasi Pembelajaran, h. 40

Minggu, 02 Agustus 2015

Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia


Pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi harus ditunjang oleh kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu terapan maupun ilmu pengetahuan dasar secara seimbang. Salah satu usaha untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan dasar adalah dengan meningkatkan keterampilan berbahasa. Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia yaitu dari aspek kemampuan berbahasa yang meliputi mendengar, menyimak, berbicara, membaca dan menulis.    
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan. 
Apabila proses belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah-sekolah, tidak lain ini dimakudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Interaksi yang terjadi selama proses belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, yang antara lain terdiri dari murid, guru, kepala sekolah, perpustakaan sekolah, bahan atau materi pelajaran (buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video atau audio, dan sejenisnya), dan berbagai sumber belajar dan fasilitas (proyektor overhead, perekam pita audio, dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan, laboratorium, pusat sumber belajar, dan lain-lain).
Bahasa Indonesia adalah bahasa Nasional atau bahasa negara. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa, bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Mata pelajaran bahasa Indonesia sangat penting dalam sistem Pendidikan Nasional. Hal ini disebabkan oleh peran bahasa Indonesia yang sangat strategis, yakni sebagai bahasa Nasional/bahasa negara.
Oleh karena itu mutu pembelajaran bahasa Indonesia sangat kuat dampaknya terhadap mutu pendidikan nasional dan kekentalan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.Agar bahasa Indonesia dapat mengemban peran tersebut di atas dan peran khususnya sebagai sarana komunikasi dan sarana berpikir ilmiah, maka bahasa Indonesia perlu selalu dibina dan dikembangkan. Upaya untuk pembinaan dan pengembangan bahasa itu dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur formal dan nonformal.

Referensi:

Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra  Indonesia
Prof. Dr. Azhar Arsyad, MA. Media Pembelajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 1

Rabu, 25 Maret 2015

Teknologi dan Sains dalam Al-Qu'ran


Menelusuri pandangan Al-Qur’an tentang teknologi, banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam raya. Menurut sebagaian ulama, terdapat 750 ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam materi dan fenomenanya, dan yang memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini. Secara tegas dan berulang-ulang Al-Qur’an menyatakan bahwa alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk manusia. Hal ini terdapat pada QS. Al-Jatsiyah ayat 13.
﴿ وَ سَخَّرَ لَكُمْ ما فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ جَميعاً مِنْهُ إِنَّ في‏ ذلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴾ )اﻠﺠاﺛﻴﺔ : ١۳(
Artinya : “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.”


Penundukkan langit dan bumi Penundukkan langit dan bumi dipahami dalam arti semua bagian-bagian alam yang terjangkau dan berjalan atas dasar satu sistem yang pasti, kait berkait dan dalam bentuk kosisten. Allah menetapkan hal tersebut dan dari saat ke saat mengilhami manusia tentang pengetahuan fenomena alam yang dapat mereka manfaatkan untuk kemaslahatan dan kenyamanan hidup manusia.  Penundukan tersebut secara  potensial terlaksana  melalui hukum-hukum  alam  yang  ditetapkan  Allah  dan kemampuan yang dianugerahkan-Nya   kepada   manusia.   Sains sebagai merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dan diteliti. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan proses ilmiah atau metode ilmiah.
Sesuai dengan sifat sains yang pasti dan dapat dibuktikan kebenarannya, dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi, para saintis menggunakan langkah kerja yang teratur, sistematis, dan terkontrol. Langkah para saintis seperti ini kemudian dikenal sebagai “metode ilmiah”. Melalui penerapan metode ilmiah tersebut, diharapkan dapat diperoleh pengetahuan ilmiah objektif, konsisten, sistematis, dan universal. 
Objektif berarti sesuai dengan fakta yang sebanarnya. Konsisten berarti dilakukan secara terus menerus. Sistematis berarti dilakukan melalui urutan proses yang teratus, dan universal berarti dapat berlaku umum, tidak terbatas pada hal-hal tertentu saja.  Secara ringkas metode ilmiah meliputi langkah-langkah sebagai berikut: (1). Merumuskan masalah, (2). Mengumpulkan keterangan, (3). Menyusun hipotesis, (4). Melakukan eksperimen, (5). Menarik kesimpulan, (6). Menguji kesimpulan, (7). Merumuskan hukum, konsep, prinsip, atau teori.


Sumber :
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 2006) vol. 13, cet ke-4, h. 41   
Andrian, Panduan Pendidik Media Pendidikan IPA Membuat Muridku Pintar, (Jakarta: Ganeca Exact, 2010), cet pertama, h. 9

Selasa, 13 Januari 2015

Multikultural dan Pengaruhnya terhadap Pendidikan Islam di Indonesia

GERAKAN MULTIKULTURAL DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM


Diajukan Pada Mata Kuliah Sejarah Sosial Pendidikan Islam
Dosen Pengampu Prof. Dr.H. Abuddin Nata M.A



Disusun Oleh
Zahra






PROGRAM MAGISTER STUDI ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2009-2010




GERAKAN MULTIKULTURAL DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendahuluan

     Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri atas berbagai banyak kebudayaan dan adat istiadat. Implementasi proses kehidupan bermasyarakat ditengah perbedaan dan keanekaragaman ini (suku bangsa, budaya, ras, agama, dan sejenisnya) tidaklah semudah apa yang dipikirkan. Pergeseran antar kelompok agama maupun suku budaya ataupun adat istiadat yang berbeda seolah menjadi pemicu terjadinya suatu perbedaan horizontal antar masyarakat yang berlainan tersebut. Adakalanya dengan perbedaan itu membuat anggota masyarakat enggan untuk menyatu dan bergabung dengan anggota masyarakat yang berlainan agama, budaya, adat istiadat, ataupun suku bangsa. Maraknya pendirian dan pembentukan wadah-wadah organisasi kelompok sosial yang berbasiskan suku bangsa, agama, ras, maupun adat istiadat menjadi semakin subur dan dan mencolok di tengah perbedaan hal di atas (suku, agama, ras, dan budaya) serta hal lainnya yang saling terkait membuat peran negara dalam kaitannya sebagai peredam permasalahannya yang berbau SARA menjadi sebatas hiasan saja.

     Bila ditelusuri kebelakang berbagai konflik yang terjadi di negeri ini beberapa silam, maraknya konflik horizontal yang disebabkan karena suku, ras, agama, dan budaya seakan sudah menjadi hal yang tak terelakkan. Peristiwa Ambon tragedi Sampit, maupun munculnya persatuan-persatuan seperti Forkabi, dan lain-lain sejenisnya semuanya berlatar belakang isu SARA..

     Pendidikan sebagai salah satu agen pembaharu dan pembawa budaya Indonesia secara holistik akan mengintegrasikan unsur budaya baik secara nasional maupun daerah sebagaimana dipaparkan di depan bahwa tidak semua daerah di Indonesia memiliki budaya dan adat istiadat maupun agama yang sama. Hal ini perlu diantisipasi lebih supaya misi kebudayaan yang akan dicapai tidak memicu adanya suatu gap dan perbedaan yang mengarah pada praktek dis-integrasi baik secara budaya kebangsaaan.

   Adapun beberapa pokok permasalahan yang melatar belakangi disusunnya makalah tentang Pendidikan Multikultural ini antara lain sebagai berikut.

B. Identifikasi Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan multikultural ?
2. Bagaimana sejarah munculnya pendidikan multikultural?
3. Bagaimana pengembangan dan praktek pendidikan multikultural dalam tatanan
perundang-undangan di Indonesia?
4. Apa saja karakteristik yang ada pada pendidikan multikultural?
5. Bagaimana implikasi yang terjadi pada proses pembelajaran pada satuan
pendidikan di Indonesia dengan adanya kebijakan pendidikan berbasis
multikultural?
6. Mengapa pendidikan multikultural perlu diimplementasikan dalam proses
pembelajaran di satuan pendidikan?

Sabtu, 03 Januari 2015

Pendidikan Anak Usia Dini Bagian 2

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pendidikan Anak Usia Dini
1.                1. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini atau yang lebih di kenal dengan istilah PAUD merupakan jenjang pendidikan yang biasanya ditempuh sebelum jenjang pendidikan dasar. Hal ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh orang tua dengan tujuan pembinaan terhadap rangsangan pendidikan di usia 0 sampai 6 tahun. Selain itu hal ini juga bertujuan untuk membantu perkembangan anak secara rohani dan jasmani agar anak mengalami kesiapan yang cukup ketika memasuki pendidikan lebih lanjut baik secara formal, nonformal, maupun informal.
Pendidikan anak usia dini menurut para ahli adalah salah satu bentuk pendidikan yang lebih mengutamakan pada perletakan dasar yang mengarah kepada pertumbuhan serta perkembangannya seperti perkembangan fisik (terdiri dari motorik kasar dan halus), perkembangan moral dan agama, serta perkembangan kecerdasan/ kognitif (daya cipta maupun daya pikir).
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan yang berorientasi pada perkembangan memungkinkan pendidik untuk merencanakan berbagai pengalaman yang dapat menumbuhkan minat anak usia dini dan merangsang keingintahuan mereka. Jadi, PAUD merupakan investasi yang besar bagi keluarga juga bangsa karena merekalah yang kelak membangun bangsa supaya tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain.[1]
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun. Ruang lingkup pendidikan anak usia dini menurut kajian tersebut adalah: infant (0-1 tahun), toddler (2-3 tahun), preschool/kindergarten children (3-6 tahun), dan early primary school (SD kelas awal) (6-8 tahun).
2.    2. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Tujuan utama PAUD adalah membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik fisik maupun psikis yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian, serta seni sesuai dengan tingkat 5 perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar dan kehidupan di masa dewasa. Ki Hadjar Dewantara (1957) merangkum semua potensi anak menjadi menjadi cipta, rasa, dan karsa.
Teori Multiple Intelligencies (Kecerdasan Ganda) dari Gardner (1998) menyatakan ada sembilan tipe kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan matematika-logis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musik, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan lingkungan/naturalis, dan kecerdasan eksistensial. Biasanya, seorang anak memiliki satu atau lebih kecerdasan, tetapi amat jarang yang memiliki secara sempurna sembilan kecerdasan tersebut. PAUD bertujuan membimbing dan mengembangkan potensi setiap anak agar dapat berkembang secara optimal sesuai tipe kecerdasannya.
Oleh karena itu, guru harus memahami kebutuhan khusus dan kebutuhan individual anak. Memang disadari ada faktor-faktor pembatas, yaitu faktor-faktor yang sulit atau tidak dapat diubah dalam diri anak, yaitu faktor genetis. Oleh karenanya, PAUD diarahkan untuk memfasilitasi setiap anak dengan lingkungan belajar dan bimbingan belajar yang tepat agar anak dapat berkembang sesuai kapasitas genetisnya
3.       Tahapan Perkembangan Anak Usia Dini
Anak pada usia dini sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik fisik, maupun mental yang sangat pesat. Sel-sel tubuh anak tumbuh dan berkembang amat cepat. Tahap awal perkembangan janin sangat penting untuk mengembangkan sel-sel otak karena pada saat lahir jumlah sel otak tidak bertambah lagi.. Selanjutnya, setelah lahir terjadi proses mielinasi dari sel-sel syaraf dan pembentukan hubungan antar sel syaraf. Dua hal tersebut sangat penting dalam pembentukan kecerdasan. Makanan bergizi dan seimbang serta stimulasi pikiran sangat diperlukan untuk mendukung proses tersebut. Selain pertumbuhan dan perkembangan fisik dan motorik, perkembangan moral (termasuk kepribadian, watak, dan akhlak), sosial, emosional, intelektual, dan bahasa juga berlangsung amat pesat. Oleh karena itu, usia dini (usia 0-8 tahun) disebut tahun emas (golden age). Oleh karena itu, pendidikan sejak dini dalam rangka mengembangkan bangsa yang cerdas, beriman dan bertaqwa, berbudi luhur serta berwawasan kebangsaan sangat penting dan tepat. Itulah sebabnya negara-negara maju amat serius mengembangkan PAUD, tidak dianggap sebagai pelengkap, tetapi sama pentingnya dengan pendidikan SD atau sekolah menengah.
Jean Piaget (1970) mengemukakan bahwa tahap-tahap perkembangan dari kemampuan kognitif anak. Ada empat tahap perkembangan kognitif anak menurut konsep Piaget, yaitu sebagai berikut.
a) Tahap sensorimotor, usia 0-2 tahun.
b) Tahap praoperasional, usia 2-4 tahun.
c) Tahap konkret operasional, usia 7-11 tahun.
d) Tahap formal operasional, usia 11-15 tahun.
Tahap sensorimotor disebut juga sebagai masa descriminating and labeling. Pada masa ini, kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahasa awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja. Masa praoperasional atau masa prakonseptual disebut juga sebagai masa intuitif dengan kemampuan menerima perangsang yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya, walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas. Masa konkret operasional disebut juga masa performing operation.
Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi. Masa formal operasional disebut juga sebagai masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi. Mereka sudah mampu berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, menyintesis, mampu berpikir abstrak, dan berpikir reflektif bahkan memecahkan berbagai persoalan.
B. Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2007), pembelajaran PAUD bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran mengembangkan semua aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai-nilai agama, (2) sosial-emosional, (3) kognitif (intelektual), (4) bahasa, (5) fisik-motorik, dan (6) seni. Pembelajaran bersifat terpadu artinya tidak mengajarkan bidang studi secara terpisah. Satu kegiatan dapat menjadi wahana belajar berbagai hal bagi anak. Bermain sambil belajar, yang mana esensi bermain menjiwai setiap kegiatan pembelajaran amat penting bagi PAUD. Esensi bermain meliputi perasaan senang, demokratis, aktif, tidak terpaksa, dan merdeka menjadi jiwa setiap kegiatan. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga menyenangkan, membuat anak tertarik untuk ikut serta, dan tidak terpaksa. Guru memasukkan unsur-unsur edukatif dalam kegiatan bermain tersebut, sehingga anak secara tidak sadar telah belajar berbagai hal.
Materi pembelajaran PAUD juga amat variatif. Untuk menyederhanakan lingkup kurikulum dan menghindari tumpang tindih, serta untuk memudahkan guru menyusun program pembelajaran yang sesuai dengan pengalaman mereka, maka aspek-aspek perkembangan tersebut dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh mencakup: bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan dasar.
1. Bidang Pengembangan Pembentukan Perilaku melalui Pembiasaan
Pembentukan perilaku melalui pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan meliputi pengembangan moral dan nilai-nilai agama, serta pengembangan sosial, emosional, dan kemandirian. Dari program pengembangan moral dan nilai-nilai agama diharapkan akan meningkatkan ketaqwaan anak terhadap Tuhan yang Maha Esa dan membina sikap anak dalam rangka meletakkan dasar agar anak menjadi warga negara yang baik. Program pengembangan sosial dan kemandirian dimaksudkan untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa secara baik serta dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup.
2. Bidang Pengembangan Kemampuan Dasar
Pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pengembangan kemampuan dasar tersebut meliputi hal-hal berikut.
a) Kemampuan berbahasa
Pengembangan ini bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif, dan membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia. 10
b) Kognitif
Pengembangan ini bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan logika matematiknya dan pengetahuan akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilah-milah, serta mengelompokkan dan mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti.
c) Fisik/Motorik
Pengembangan ini bertujuan untuk memperkenalkan dan melatih gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat, sehat, dan terampil.
d) Seni
Pengembangan ini bertujuan agar anak dapat dan mampu menciptakan sesuatu berdasarkan hasil imajinasinya, mengembangkan kepekaan, dan dapat menghargai hasil karya yang kreatif.
C.   Strategi Pembelajaran Pada Anak Usia Dini
1.      Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Anak
a.       Pendekatan yang melandasi pembelajaran yang berpusat pada anakAnak merupakan individu yang sedang tumbuh dan berkembang. Anak juga merupakan makhluk yang aktif. Atas dasar fakta tersebut maka dikembangkan strategi pembelajaran berdasarkan: 1) pendekatan perkembangan dan 2) pendekatan belajar aktif.
b.       Karakteristik pembelajaran yang berpusat pada anak Pembelajaran yang berpusat pada anak memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)   Prakarsa kegiatan tumbuh dari anak.
2)   Anak memilih bahan-bahan dan memutuskan apa yang akan dikerjakan.
3)   Anak mengekspresikan bahan-bahan secara aktif dengan seluruh inderanya.
4)   Anak menemukan sebab akibat melalui pengalaman langsung dengan objek.
5)   Anak mentransformasi dan menggabungkan bahan-bahan.
6)   Anak menggunakan otot kasarnya.
c.       Sintaks pembelajaran yang berpusat pada anak. Pembelajaran yang berpusat pada anak terdiri dari 3 tahap utama, yaitu : tahap merencanakan, tahap bekerja, dan tahap review.
1)   Tahap merencanakan (planning time)
Pada tahap ini guru member kesempatan kepada anak-anak untuk merencanakan kegiatan yang akan dilakukannya. Guru, misalnya, menyediakan alat-alat bermain yang terdiri dari : a) balok-balok kayu, b) model buah-buahan, c) alat-alat transportasi, d) buku-buku cerita, e) peralatan menggambar, dan f) macam-macam boneka.
2)   Tahap bekerja (work time)
Setelah memilih kegiatan yang akan dilakukannya, anak kemudian dikelompokkan berdasarkan kegiatan yang dipilih. Pada tahap ini anak mulai bekerja, bermain, atau memecahkan masalah sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Guru mendampingi siswa, memberikan dkungan dan siap memberikan bimbingan jika anak membutuhkan.
3)   Review / recall
Setelah anak-anak selesai melakukan aktivitasnya, mereka kemudian diberi kesempatan untuk mengungkapkan pengalamannya secara langsung. Pada tahap ini guru berusaha agar ana-anak mengungkapkan perasaannya dengan tepat[2]
2. Strategi Pembelajaran Melalui Bermain
a. Rasional strategi pembelajaran melalui bermain
Bermain merupakan kebutuhan anak. Bermain merupakan aktivitas yang menyatu dengan dunia anak, yang di dalamnya terkandung bermacam-macam fungsi seperti pengembangan kemampuan fisik motorik, kognitif, afektif, social, dst. Dengan bermain akan mengalami suatu proses yang menarahkan pada perkembangan kemampuan manusiawinya.
3. Strategi Pembelajaran Melalui bercerita
 Pencapaian tujuan pendidikan Taman Kanak-kanak dapat ditempuh dengan strategi pembelajaran melalui bercerita. mengidentifikasi manfaat cerita bagi anak TK, yaitu sebagai berikut.
a.       Bagi anak TK mendengarkan cerita yang menarik dan dekat dengan lingkungannya merupakan kegiatan yang mengasyikkan.
b.      Guru dapat memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan nilai-nilai positif pada anak.
c.       Kegiatan bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan social, nilai-nilai moral dan keagamaan.
d.      Pembelajaran dengan bercerita memberikan memberikan pengalaman belajar untuk mendengarkan.
e.       Dengan dengan mendengarkan cerita anak dimungkinkan untk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
f.       Membantu anak untuk membangun bermacam-macam peran yang mungkin dipilih anak, dan bermacam layanan jasa yang ingin disumbangkan anak kepada masyarakat[3]
4. Strategi Pembelajaran Melalui Bernyanyi
     Honig menyatakan bahwa bernyanyi memiliki banyak manfaat untuk praktik pendidikan anak dan pengembangan pribadinya secara luas karena : 1) bernyanyi bersifat menyenangkan, 2) bernyanyi dapat dipakai untuk mengatasi kecemasan, 3) bernyanyi merupakan media untuk mengekspresikan perasaan, 4) bernyanyi dapat membantu membangun rasa percaya diri anak, 5) bernyanyi dapat membantu daya ingat anak, 6) bernyanyi dapat mengembangkan rasa humor, 7) bernyanyi dapat membantu pengembangan keterampilan berpikir dan kemampuan motorik anak, dan 8) bernyanyi dapat meningkatkan keeratan dalam sebuah kelompok.
5. Strategi pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadu memiliki karakteristik : 1) dilakukan melalui kegiatan pengalaman langsung, 2) sesuai dengan kebutuhan dan minat anak, 3) memberikan kesempatan kepada anak untuk menggunakan semua pemikirannya, 4) menggunakan bermain sebagai wahana belajar, 5) menghargai perbedaan individu, dan 6) melibatkan orag tua atau keluarga untuk mengoptimalkan pembelajaran.
Prinsip-prinsip strategi pembelajaran terpadu. Strategi pembelajaran terpadu direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip: 1) berorientasi pada perkembangan anak, 2) berkaitan dengan pengalaman nyata anak, 3) mengintegrasikan isi dan proses belajar, 4) melibatkan penemuan aktif, 5) memadukan berbagai bidang pengembangan, 6) kegiatan belajar bervariasi, 7) memiliki potensi untuk dilaksanakan melalui proyek oleh anak, 8) waktu pelaksanaan fleksibel, 9) melibatkan anggota keluarga anak, 10) tema dapat diperluas, dan 11) direvisi sesuai dengan minat dan pemahaman yang ditunjukkan anak (Masitoh dkk., 2005: 12.10).
Ada beberapa manfaat dari strategi pembelajaran terpadu, yaitu: 1) meningkatkan perkembangan konsep anak, 2) memungkinkan anak untuk mengeksplorasi pengetahuan melalui berbagai kegiatan, 3) membantu guru dan praktisi lainnya untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya, dan 4) dapat dilaksanakan pada jenjang program yang berbeda, utnuk semua tingkat usia, dan untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Prosedur pelaksanaan pembelajaran terpadu terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a.     Memilih tema Pemilihan tema untuk pembelajaran terpadu dapat bersumber dari: (1) minat anak, (2) peristiwa khusus, (3) kejadian yang tidak diduga, (4) materi yang dimandatkan oleh lembaga, dan (5) orang tua dan guru.
b.   Penjabaran tema ,tema yang sudah diplih harus dijabarkan ke dalam sub tema-sub tema dakan konsep-konsep yang didalamnya terkandung istilah (term), fakta (fact), dan prinsip (principle), kemudian dijabarkan ke dalam bidang-bidang pengembangan dan kegiatan belajar yang lebih operasional.
c.    Perencanaan, perencanaan harus dibuat secara tertulis sehingga memudahkan guru untuk mengetahui langkah-langkah apa yang harus ditempuh. Tentukan tujuan pembelajaran, kegiatan belajar, waktu, pengorganisasian anak, sumber rujukan, alat-permainan yang diperlukan, dan penilaian yang akan dilakukan.
d.   Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan dilakukan dan dikembangkan kegiatan belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pada saat proses berlangsung dilakukan pengamatan terhadap proses belajar yang dilakukan oleh anak.
e.    Penilaian, Penilaian dilakukan pada saat pelaksanaan dan pada akhir kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk mengamati proses dan kemajuan yang dicapai anak melalui kegiatan pembelajaran terpadu[4].

D.   Macam-macam Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin adalah bentuk jamak dari medium yang secara harfiah  berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.[5] Media merupakan salah satu komponen komunikasi yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan.[6] Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan  (Association of Education and Communication Technology/ AECT) di Amerika misalnya membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/infomasi.
Sedangkan Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA) memberi batasan bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dilihat, didengar, dan dibaca. 
Dari beberapa pengertian di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa media adalah sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran. Mengapa perlu media dalam pembelajaran karena, proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan berupa isi/ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal (kata-kata&tulisan) maupun non-verbal, proses ini dinamakan encoding. Penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding.[7] Dalam penafsiran tersebut ada kalanya penafsiran berhasil, adakalanya tidak berhasil atau gagal.
Dengan kata lain dapat dikatakan kegagalan/ketidakberhasilan dalam memahami apa yang didengar, dibaca, dilihat atau diamati. Kegagalan/ketidakberhasilan itu di sebabkan oleh gangguan yang menjadi penghambat komunikasi yang dalam proses komunikasi dikenal dengan istilah barriers atau noise.[8] Semakin banyak verbalisme semakin abstrak pemahaman yang diterima.
Media pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan tujuan pemakaian dan karakteristik jenis media. Terdapat lima model klasifikasi, yaitu:
Menurut Schramn, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan sederhana. Schramn juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu (1) liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan facsimile; (2) liputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster, audio tape; (3) media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dan telepon.  Menurut Gagne, media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu benda yang didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan.
Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi, obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak, dan sajian lisan. Disamping mengklasifikasikan, Allen juga mengkaitkan antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan tertentu tetapi lemah untuk tujuan yang lain. Allen mengungkapkan tujuan belajar antara lain: info faktual, pengenalan visual, prinsip dan konsep, prosedur, keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; tinggi, sedang, dan rendah. 
Menurut Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi; media tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi; video; komputer .  
 Berdasarkan klasifikasi media pembelajaran tersebut, akan mempermudah guru dalam melakukan pemilihan media yang tepat pada waktu merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik pembelajar. Akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.



















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.   Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab I dan 2,  maka menarik kesimpulan bahwa : Pembelajaran pada panak usia dini memerlukan media pembelajaran. Hal ini akan membuat guru dapat dengan mudah menjelaskan materi pembelajaran. Penilaian dilakukan pada saat pelaksanaan dan pada akhir kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk mengamati proses dan kemajuan yang dicapai anak untuk mengetahui sejauhmana kemampuan anak dalam memahami materi yang diajarkan

B.   Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran yaitu sebagai berikut:
1.      Guru sebagai bagian dari agen perubahan, sebaiknya dalam kegiatan belajar mengajar seorang guru dapat menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran dan media pembelajaran. sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Seorang guru senantiasa memberikan motivasi kepada siswa, agar mempunyai keberanian untuk bertanya kepada guru.
2.      Saran bagi Orang Tua. Diharapkan dapat memberikan stimulasi yang tepat pada anak usia 0-6 tahun.



[1]Slamet Suyanto, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Direktoret Jenderal Pendidikan Tinggi , Jakarta:2005), h. 2

[2]Kuntjojo, Pendidikan Anak Usia Dini, https://ebekunt.wordpress.com. Diakses pada hari Jum’at, 26 Desember 2014

[3]Kuntjojo, Pendidikan Anak Usia Dini,,,
[4]Kuntjojo,Pendidikan Anak Usia Dini,,,
[5]R . Rahardjo, Media Pendidikan , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 6
[6]Daryanto, Media Pembelajaran, (Yogyakarta: Gava Media, 2010), h. 4 
[7]Daryanto, Media Pembelajaran, h. 5
[8]Daryanto, Media Pembelajaran,  h. 5